Kali ini biarkanlah diriku yang
bercerita, mencurahkan isi hati. Sering teman-temanku meminta saran atau
sekedar nasihat dariku. Tapi, saat ini, aku sendiri tidak bisa mengatasi sebuah
noda yang timbul di dalam jiwaku. Ya, setitik noda yang membandal. Ini bukanlah
produk iklan sabun, namun suatu perasaan yang tak dapat dihapuskan. Rasa itu
benar-benar membebankan, menyakitkan, dan kadang-kadang membuat diriku
putus
asa akan hidup. Noda itu sulit sekali dibinasakan. Jiwaku yang putih suci, kini
memiliki cacat dengan setitik noda. Aku bahkan sempat berpikir kalau biarkan
saja jiwa yang sudah ternoda ini menyeburkan diri ke dalam kobangan lumpur
sekalian biar menjadi hitam, pikiran itu terlintas karena aku tidak dapat
menemukan cara yang terbaik untuk membenarkan atau, paling tidak,
mengembalikannya.
Aku membeberkan semua penyebab
terjadinya noda itu kepada sahabatku. Hal ini aku lakukan karena aku butuh
secangkir kosong untuk menuangkan semua beban (penat) yang aku sendiri tidak
bisa menampungnya. Aku pun meminta nasihatnya. Dan sahabatku berkata bahwa
“kita ini penuh dengan noda, temanku. Tidak ada yang benar-benar putih. Semua
orang juga memiliki nodanya masing-masing, sekecil apapun itu, itu tetaplah
noda. Lagi pula putih itu baru kita ketahui kalau kita mengetahui setitik noda,
bukan!”. Mendengar pernyataannya itu membuatku sedikit tenang. Meskipun begitu,
ada sesuatu yang masing mengganjal di hatiku. Tetapi, aku belum bisa
mendeskripsikannya dengan kata-kata. Aku merenung sejenak untuk menemukan
kata-kata yang tepat, sebelum aku ucapkan kepada sahabatku. Melihat diriku yang
melamun, sahabatku bertanya padaku “apa yang kau pikirkan? Hidup ini memang
salah jika kau berpikir begitu, dan hidup ini memang benar bila dirimu
memandang demikian.” Aku lagi-lagi terkejut mendengar ungkapannya. Aku sendiri
belum tahu arah hidupku untuk hidup di dunia ini. Ya, mungkin aku ada hanya
sekedar ada di dunia ini seperti setitik noda dalam jiwa.
Tiba-tiba, kini terlintas apa yang tadi
aku belum bisa utarakan dalam kata-kata, hinggap dalam benakku, mungkin
disebabkan pernyataan sahabatku. Aku langung menyampaikannya sebelum lupa.
“Jadi, bila semua orang punya noda, dan hidup ini tidak menentu juga, maka
dengan kata lain, maksudmu, hidup di dunia ini hanya sekedar illusi semata. Lalu,
apa yang sebaiknya aku lakukan di dunia ini?” Mendengar pertanyaan dariku,
sahabatku sedikit bingung dan terkejut. Dan dia berkata bahwa “kupikir kau seorang
yang tegar, dan kurasa kau tahu apa yang harus kau lakukan. Aku bahkan bukan
orang secerdas dirimu dalam menanyakan kehidupan. Jadi, seperti biasa sajalah,
tidak usah banyak dipikirkan hal sepele macam itu, nikmati saja hidup ini.” Ada
benarnya juga apa yang dikatakan sahabatku. Aku ini terlalu dipusingkan dengan
pertanyaan-pertanyaan, padahal aku hanya sekedar bertanya setitik noda, dan
hanya itu inti pertanyaannya. Sebetulnya semua saran dan nasihat sahabatku itu
kurang membantu, sebab hal-hal itu hanya mengulaing apa saja yang ingin aku
dengar, yang sebenarnya sudah ada dibenakku. Sekali lagi, mungkin aku hidup di
dunia ini hanya sekedar ada menyerupai setitik noda bila dipandang dari luar
angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar