Kamis, 31 Juli 2014

Setitik Noda!

Kali ini biarkanlah diriku yang bercerita, mencurahkan isi hati. Sering teman-temanku meminta saran atau sekedar nasihat dariku. Tapi, saat ini, aku sendiri tidak bisa mengatasi sebuah noda yang timbul di dalam jiwaku. Ya, setitik noda yang membandal. Ini bukanlah produk iklan sabun, namun suatu perasaan yang tak dapat dihapuskan. Rasa itu benar-benar membebankan, menyakitkan, dan kadang-kadang membuat diriku
putus asa akan hidup. Noda itu sulit sekali dibinasakan. Jiwaku yang putih suci, kini memiliki cacat dengan setitik noda. Aku bahkan sempat berpikir kalau biarkan saja jiwa yang sudah ternoda ini menyeburkan diri ke dalam kobangan lumpur sekalian biar menjadi hitam, pikiran itu terlintas karena aku tidak dapat menemukan cara yang terbaik untuk membenarkan atau, paling tidak, mengembalikannya.

Aku membeberkan semua penyebab terjadinya noda itu kepada sahabatku. Hal ini aku lakukan karena aku butuh secangkir kosong untuk menuangkan semua beban (penat) yang aku sendiri tidak bisa menampungnya. Aku pun meminta nasihatnya. Dan sahabatku berkata bahwa “kita ini penuh dengan noda, temanku. Tidak ada yang benar-benar putih. Semua orang juga memiliki nodanya masing-masing, sekecil apapun itu, itu tetaplah noda. Lagi pula putih itu baru kita ketahui kalau kita mengetahui setitik noda, bukan!”. Mendengar pernyataannya itu membuatku sedikit tenang. Meskipun begitu, ada sesuatu yang masing mengganjal di hatiku. Tetapi, aku belum bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata. Aku merenung sejenak untuk menemukan kata-kata yang tepat, sebelum aku ucapkan kepada sahabatku. Melihat diriku yang melamun, sahabatku bertanya padaku “apa yang kau pikirkan? Hidup ini memang salah jika kau berpikir begitu, dan hidup ini memang benar bila dirimu memandang demikian.” Aku lagi-lagi terkejut mendengar ungkapannya. Aku sendiri belum tahu arah hidupku untuk hidup di dunia ini. Ya, mungkin aku ada hanya sekedar ada di dunia ini seperti setitik noda dalam jiwa.

Tiba-tiba, kini terlintas apa yang tadi aku belum bisa utarakan dalam kata-kata, hinggap dalam benakku, mungkin disebabkan pernyataan sahabatku. Aku langung menyampaikannya sebelum lupa. “Jadi, bila semua orang punya noda, dan hidup ini tidak menentu juga, maka dengan kata lain, maksudmu, hidup di dunia ini hanya sekedar illusi semata. Lalu, apa yang sebaiknya aku lakukan di dunia ini?” Mendengar pertanyaan dariku, sahabatku sedikit bingung dan terkejut. Dan dia berkata bahwa “kupikir kau seorang yang tegar, dan kurasa kau tahu apa yang harus kau lakukan. Aku bahkan bukan orang secerdas dirimu dalam menanyakan kehidupan. Jadi, seperti biasa sajalah, tidak usah banyak dipikirkan hal sepele macam itu, nikmati saja hidup ini.” Ada benarnya juga apa yang dikatakan sahabatku. Aku ini terlalu dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan, padahal aku hanya sekedar bertanya setitik noda, dan hanya itu inti pertanyaannya. Sebetulnya semua saran dan nasihat sahabatku itu kurang membantu, sebab hal-hal itu hanya mengulaing apa saja yang ingin aku dengar, yang sebenarnya sudah ada dibenakku. Sekali lagi, mungkin aku hidup di dunia ini hanya sekedar ada menyerupai setitik noda bila dipandang dari luar angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar