Sudah hampir satu bulan lamanya
aku tidak bertugas. Aku hanya mengabiskan waktu untuk menunggu. Tentu saja
menunggu itu adalah hal yang paling aku benci. Aku ingin cepat-cepat melakukan
kegiatan seperti biasanya. Tapi, tidak ada orang yang memintaku. Maksudnya, memberik
aku suatu tugas. Aku bisa saja melakukan sesuatu tanpa kehendak orang lain,
tapi untuk apa, aku hanya mendapatkan kerugian. Aku pun bersabar menanti, hingga
suatu ketika seseorang datang menemuiku di malam hari.
Orang itu mengetuk pintu
rumahku. Kulihat dari lubang pintu orang itu mengenakan jas, seketika kubukakan
dan mempersilakan dia duduk.
“Ada yang bisa saya
bantu?” Tanyaku kepada orang itu.
“Tentu saja, aku perlu
kamu melakukan hal ini!” Jawab orang itu sembari memberikan aku robekan kertas
kecil.
Aku pun paham maksud dia
memberikan sobekan kertas itu. Lalu aku berkata padanya “Baik akan saya
lakukan, tetapi ini butuh sesuatu. Pasti bapak tahulah maksud saya!”
“Oh itu, tenang saja!
Semua sudah saya atur. Sesuai dengan resiko yang kamu lakukan.”
“Ok, kapan saya bisa
mulai?”
“Secepatnya! Kalau sudah
kabari saya.” Orang itu pun berdiri dan
pergi seketika.
Dalam hati, aku berkata “inilah
hal yang aku tunggu-tunggu.” Aku tak sabar segera menyelesaikannya. Aku pun bergegas
mempersiapkan alat-alat dan berkemas untuk besok pagi.
Keesokan harinya, aku
bangun di pagi buta. Aku melakukan pemanasan, seperti angkat beban, push up, sit up, dan lari-lari kecil hingga terbirlah matahari yang sinarnya
masuk melalui jendela. This show time.
Segala peralatan sudah siap. Aku pun berangkat.
Dari tulisan yang tertera
di sobekan kertas itu, aku harus menuju apartemen yang ada di jalan Mawar.
Sepengetahuanku, tempat itu relatif sepi di siang hari dan sedikit agak berisik
di lain sisi. Aku pun sampai di tempat itu. Aku masuk ke apartemen, menuju
lantai tiga. Di lorong, aku mencari kamar nomer 315. Seketika kuketuk pintunya.
Terdengar suara orang yang sedang membukakan pintu.
“Maaf, anda cari siapa?”
“Saya ingin bertemu dengan
seorang perempuan bernama Angel.” Jawabku.
“Iya, saya Angel. Ada keperluan
apa?” Tanyanya.
“Bisa kita berbicara di
dalam? Tidak enak kalau bicara di lorong begini.” Pintaku dengan lembut.
“Baiklah!” Perempuan itu
mempersilakanku masuk, dan ditutupnya pintu rapat-rapat.
Aku menjatuhkan diri di
sofa sambil menghela nafas. Hal itu aku lakukan untuk mengurangi rasa gugup. Lalu
perempuan itu datang membawakan aku secangkir minuman.
“Jadi, ada perlu apa?”
“Saya sebenarnya tidak
ada keperluan, melainkan saya ke sini justru ingin memberikan anda keperluan.” Kataku
kepadanya.
“Keperluan apa maksudnya?”
Tanya perempuan itu sembari bingung.
“Keperluan untuk
memberikan anda kenikmatan.”
“Kenikmatan apa?”
Perempuan itu hanya bisa terheran-heran.
Kukeluarkan sesuatu dari
dalam resletingku. Aku pegang dengan erat-erat, dan kusodorkan kepadanya. Perempuan
itu hanya menggeram kesakitan. Dan aku makin menikmatinya. Semakin aku menusukannya,
semakin aku ingin lagi dan lagi. Karena kenikmatan bagi diriku itu ketika
melihat orang lain menderita kesakitan. Hal itu sangat membuatku bahagia,
bagaikan melayang di udara. Kutancapkan paling dalam, sehingga dia jatuh
tertidur.
Darah yang keluar begitu
banyak. Aku senang sekali menatapinya. Pisau yang aku pegang dengan erat, kucoba
menyayat sisi wajah perempuan itu. Dari sayatan itu, kujilati darah yang hendak
keluar. Rasanya sangat menyegarkan. Kucoba mencungkil kedua matanya, dan
kulempar-lempar mata itu kelangit. Kesenanganku berlanjut hingga akhirnya aku
membagi perempuan itu kecil-kecil dengan peralatan yang aku bawa. Lalu kumasukan
potongan kecil-kecil itu ke dalam ransel. Sebelum meninggalkan TKP, aku
membersikan segala jejak yang ada, dan memasukan alat-alat ke dalam resleting
tasku.
Aku membawa ransel yang
berisi perempuan itu sampai ke pinggir sungai terdekat. Ransel itu seketika aku
lemparkan ke dalam sungai. Setelah semuanya beres, aku mencoba hubungi orang yang
berjas kemarin.
“Bagaimana? Sudah beres?”
“Tentu!” Jawabku dengan
mantap.
“Bagus, saya akan segera
tranfer uangnya. Lain waktu, saya mungkin meminta bantuanmu lagi.”
“Baiklah! Tetapi
perempuan yang anda suruh bunuh itu siapa? Padahal dia baik dan manis sekali”
Aku menanyakan padanya, sebab aku selalu ingin tahu orang yang telah menjadi
bahan psikopatku.
“Dia bukan siapa-siapa.
Dia hanya pelacur yang aku pakai jasanya. Dan, karena dia mau memerasku, jadi
aku mencegahnya dengan segera.” Kata orang itu sambil tertawa.
Mungkin apa yang telah
aku perbuat itu salah, namun aku sangat menikmati momen-momen itu. Justru
semakin aku mencoba menghindar, semakin aku ingin membunuh seseorang. Lagi pula
ini bukan salahku sepenuhnya, aku hanya disuruh oleh seseorang, yang sebetulnya
bersalah adalah orang yang menyuruhku. Dia harus menerima resikonya sendiri.
Dan, aku hanya ingin menikmatinya. Karena aku adalah seorang penikmat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar