Jumat, 02 Oktober 2015

Penikmat

Sudah hampir satu bulan lamanya aku tidak bertugas. Aku hanya mengabiskan waktu untuk menunggu. Tentu saja menunggu itu adalah hal yang paling aku benci. Aku ingin cepat-cepat melakukan kegiatan seperti biasanya. Tapi, tidak ada orang yang memintaku. Maksudnya, memberik aku suatu tugas. Aku bisa saja melakukan sesuatu tanpa kehendak orang lain, tapi untuk apa, aku hanya mendapatkan kerugian. Aku pun bersabar menanti, hingga suatu ketika seseorang datang menemuiku di malam hari.
Orang itu mengetuk pintu rumahku. Kulihat dari lubang pintu orang itu mengenakan jas, seketika kubukakan dan mempersilakan dia duduk.
“Ada yang bisa saya bantu?” Tanyaku kepada orang itu.
“Tentu saja, aku perlu kamu melakukan hal ini!” Jawab orang itu sembari memberikan aku robekan kertas kecil.
Aku pun paham maksud dia memberikan sobekan kertas itu. Lalu aku berkata padanya “Baik akan saya lakukan, tetapi ini butuh sesuatu. Pasti bapak tahulah maksud saya!”
“Oh itu, tenang saja! Semua sudah saya atur. Sesuai dengan resiko yang kamu lakukan.”
“Ok, kapan saya bisa mulai?”
“Secepatnya! Kalau sudah kabari saya.” Orang itu  pun berdiri dan pergi seketika.
Dalam hati, aku berkata “inilah hal yang aku tunggu-tunggu.” Aku tak sabar segera menyelesaikannya. Aku pun bergegas mempersiapkan alat-alat dan berkemas untuk besok pagi.
Keesokan harinya, aku bangun di pagi buta. Aku melakukan pemanasan, seperti angkat beban, push up, sit up, dan lari-lari kecil hingga terbirlah matahari yang sinarnya masuk melalui jendela. This show time. Segala peralatan sudah siap. Aku pun berangkat.
Dari tulisan yang tertera di sobekan kertas itu, aku harus menuju apartemen yang ada di jalan Mawar. Sepengetahuanku, tempat itu relatif sepi di siang hari dan sedikit agak berisik di lain sisi. Aku pun sampai di tempat itu. Aku masuk ke apartemen, menuju lantai tiga. Di lorong, aku mencari kamar nomer 315. Seketika kuketuk pintunya. Terdengar suara orang yang sedang membukakan pintu.
“Maaf, anda cari siapa?”
“Saya ingin bertemu dengan seorang perempuan bernama Angel.” Jawabku.
“Iya, saya Angel. Ada keperluan apa?” Tanyanya.
“Bisa kita berbicara di dalam? Tidak enak kalau bicara di lorong begini.” Pintaku dengan lembut.
“Baiklah!” Perempuan itu mempersilakanku masuk, dan ditutupnya pintu rapat-rapat.
Aku menjatuhkan diri di sofa sambil menghela nafas. Hal itu aku lakukan untuk mengurangi rasa gugup. Lalu perempuan itu datang membawakan aku secangkir minuman.
“Jadi, ada perlu apa?”
“Saya sebenarnya tidak ada keperluan, melainkan saya ke sini justru ingin memberikan anda keperluan.” Kataku kepadanya.
“Keperluan apa maksudnya?” Tanya perempuan itu sembari bingung.
“Keperluan untuk memberikan anda kenikmatan.”
“Kenikmatan apa?” Perempuan itu hanya bisa terheran-heran.
Kukeluarkan sesuatu dari dalam resletingku. Aku pegang dengan erat-erat, dan kusodorkan kepadanya. Perempuan itu hanya menggeram kesakitan. Dan aku makin menikmatinya. Semakin aku menusukannya, semakin aku ingin lagi dan lagi. Karena kenikmatan bagi diriku itu ketika melihat orang lain menderita kesakitan. Hal itu sangat membuatku bahagia, bagaikan melayang di udara. Kutancapkan paling dalam, sehingga dia jatuh tertidur.
Darah yang keluar begitu banyak. Aku senang sekali menatapinya. Pisau yang aku pegang dengan erat, kucoba menyayat sisi wajah perempuan itu. Dari sayatan itu, kujilati darah yang hendak keluar. Rasanya sangat menyegarkan. Kucoba mencungkil kedua matanya, dan kulempar-lempar mata itu kelangit. Kesenanganku berlanjut hingga akhirnya aku membagi perempuan itu kecil-kecil dengan peralatan yang aku bawa. Lalu kumasukan potongan kecil-kecil itu ke dalam ransel. Sebelum meninggalkan TKP, aku membersikan segala jejak yang ada, dan memasukan alat-alat ke dalam resleting tasku.
Aku membawa ransel yang berisi perempuan itu sampai ke pinggir sungai terdekat. Ransel itu seketika aku lemparkan ke dalam sungai. Setelah semuanya beres, aku mencoba hubungi orang yang berjas kemarin.
“Bagaimana? Sudah beres?”
“Tentu!” Jawabku dengan mantap.
“Bagus, saya akan segera tranfer uangnya. Lain waktu, saya mungkin meminta bantuanmu lagi.”
“Baiklah! Tetapi perempuan yang anda suruh bunuh itu siapa? Padahal dia baik dan manis sekali” Aku menanyakan padanya, sebab aku selalu ingin tahu orang yang telah menjadi bahan psikopatku.
“Dia bukan siapa-siapa. Dia hanya pelacur yang aku pakai jasanya. Dan, karena dia mau memerasku, jadi aku mencegahnya dengan segera.” Kata orang itu sambil tertawa.
Mungkin apa yang telah aku perbuat itu salah, namun aku sangat menikmati momen-momen itu. Justru semakin aku mencoba menghindar, semakin aku ingin membunuh seseorang. Lagi pula ini bukan salahku sepenuhnya, aku hanya disuruh oleh seseorang, yang sebetulnya bersalah adalah orang yang menyuruhku. Dia harus menerima resikonya sendiri. Dan, aku hanya ingin menikmatinya. Karena aku adalah seorang penikmat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar